Bekasi,SuaraClara – Film Conclave menjadi salah satu film nominasi Oscar 2025 yang menarik perhatian. Film thriller politik yang dibintangi Ralph Fiennes ini mendapatkan sejumlah nominasi, termasuk Best Picture.
Conclave mengisahkan berbagai drama dan skandal yang terkuak satu per satu di tengah para kardinal berusaha dan bersaing menjadi penerus Takhta Suci.
Kardinal Thomas Lawrence langsung menjabat sebagai Dekan Dewan Kardinal begitu Sri Paus meninggal akibat serangan jantung, meskipun masih ada misteri terkait kematian pemimpin Gereja Katolik tersebut.
Kardinal Lawrence mesti menyiapkan konklaf dalam beberapa pekan ke depan, di tengah sejumlah ancaman perpecahan akibat kubu-kubu di dalam Dewan Kardinal sebagai calon pengganti Sri Paus.
Ada empat kandidat yang dijagokan mendapatkan minimal 75 suara Dewan Kardinal dalam konklaf untuk bisa terpilih menjadi Sri Paus.
Keempat nama tersebut yakni Aldo Bellini dari Amerika Serikat, Joshua Adeyemi dari Nigeria, Joseph Tremblay dari Kanada, dan Goffredo Tedesco dari Italia. Mereka memiliki pandangan yang saling terbagi, mulai dari liberalis, konservatif, moderat, hingga tradisionalis. Namun di tengah persiapan konklaf yang penting, Lawrence mendapatkan berbagai rumor soal para kardinal jagoan tersebut. Salah satunya dari hasil penelusuran Janusz Woźniak, prefek rumah tangga kepausan.
Woźniak menemukan Sri Paus sempat meminta Tremblay untuk mundur sebagai kardinal di malam terakhirnya. Namun keinginan itu ditolak oleh Tremblay.
Sementara itu, Bellini juga terus mengingatkan Lawrence akan potensi bahaya yang mungkin timbul bila Takhta Suci Kepausan jatuh ke orang-orang yang radikal.
Menurut Bellini, hal tersebut akan membuat Takhta Suci Kepausan mundur setelah berbagai capaian progresif selama enam dekade terakhir. Lawrence berusaha fokus dengan tugas terakhir yang diberikan Sri Paus kepadanya. Namun ia tak menampik bahwa dirinya memiliki kegamangan secara personal terkait dengan eksistensi Gereja.
Hingga kemudian, ia mendapati seseorang datang mengaku sebagai kardinal yang diangkat oleh Sri Paus secara rahasia, dan bertugas di tempat yang membuat semua kardinal keheranan. Ternyata tidak mudah memilih seorang calon paus baru. Pertarungan pandangan politik dan etnis pun terjadi di dalam internal kardinal. Ada manusia yang haus akan takhta kekuasaan sehingga menghalalkan segala cara. Ada juga manusia yang membawa agama sebagai tameng untuk pencalonannya.
Conclave menghadirkan beberapa nama yang bersaing dalam pemilihan, seperti kardinal liberal Aldo Bellini (Stanley Tucci), kardinal garang Tedesco (Sergio Castellitto), kardinal pembohong Tremblay (John Lithgow), kardinal kulit hitam Adeyemi (Lucian Msamati) serta kardinal yang selama ini tidak pernah diketahui eksistensinya, kardinal Vincent Benitez (Carlos Diehz).
Rivalitas para kardinal digambarkan sangat mencekam oleh Berger. Emosi penonton dipermainkan dengan adanya konflik satu ke konflik lain yang kemudian mengarah kepada konflik yang lebih besar lagi. Seakan-akan, tidak ada habisnya kegemparan di dalam konklaf.
Namun, konflik tersebut ditujukan sebagai penggambaran sifat manusia. Para kardinal pun tetap manusia biasa yang memiliki nafsu akan sesuatu yang lebih besar. Conclave mengajak penonton untuk merenung. Apakah seorang pemimpin tidak boleh memiliki masa lalu yang tercela sama sekali? Apakah manusia bisa menerima pemberian-Nya sebagaimana adanya?
Secara cerdas, Berger membuat permasalahan yang penuh lika-liku itu menjadi sangat menegangkan. Dengan latar musik karya Volker Bertelmann, Conclave berhasil membuat penonton betah mengikuti ragam polemik dan intrik di film itu selama 2 jam. Mulai dari suara piano yang berat dan rendah, kemudian berpindah pada suara gesekan biola yang tinggi dan dramatis, ”Arrival” terasa sangat pas untuk Conclave.
Sinematografi Conclave pun tersimak sangat memukau. Sinematografer Stéphane Fontaine berhasil menciptakan suasana misterius lewat pemilihan warna yang terpadu. Seperti pada saat para kardinal berkumpul di ruangan seperti studio bioskop dengan cahaya di bagian belakang dan depan kursi sangat gelap. Kamera hanya fokus pada kardinal yang duduk tidak beraturan di tengah-tengah. Warna hijau kursi tersebut membuat gambar menjadi harmonis.
Gelap dimanfaatkan juga di adegan lain. Seperti kegelapan dan keheningan di lorong kamar para kardinal yang menjadikan suasana terasa lebih mencemaskan. Begitu pula saat pemilihan suara di Kapel Sistine yang terkesan dingin.
Penulis : S Jumar Sudiyana
Sumber : Berbagai sumber
Santa Clara Bekasi Paroki Bekasi Utara